Bawaslu Sorot Partisipasi Generasi Milenial

Dokumentasi Humas Bawaslu Provinsi Jawa Barat.

Menjelang Pemilu 2024, partisipasi generasi milenial, kaum perempuan, dan gerakan kaum kemahasiswaan menjadi sorotan Bawaslu Provinsi Jawa Barat. Dalam program Awasi Yuk! Serial Produk Hukum Pemilu (30/9), Anggota Bawaslu Provinsi Jawa Barat, Yusuf Kurnia mengatakan fenomena terpecahnya masyarakat dalam Pemilu 2019 merupakan satu dari sekian banyak potret tidak kuatnya masyarakat atas sulutan elit politik.
Jika dianalisis, partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Pemilu masih pada kategori menggunakan hak pilihnya, sedangkan kategori yang lebih tinggi yakni bergumul dengan elektoral masih sangat terbatas. Padahal pada setiap tahapan dibutuhkan partisipasi publik yang kuat melawan electoral fraud. Tentu dalam hal ini dibutuhkan rasional politik. “Demokrasi yang sehat karena adanya masyarakat yang kuat dan berani melawan electoral fraud,” ucap Yusuf.
Menyinggung perihal partisipasi, Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Barat, Abdullah Dahlan mengungkapkan bahwa Bawaslu sendiri sudah berusaha memantik partisipasi masyarakat tersebut diantaranya melakukan sejumlah sosialisasi dan membentuk Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif (SKPP) untuk kemudian menjadi mitra strategis Bawaslu dalam mengawal proses Pemilu. “Sehingga ada jaringan aktif di masyarakat” tutur Bang Dul, sapaan jajarannya.
Selain itu, Bawaslu juga terus melakukan penguatan internal Bawaslu di beberapa lini tugas dan fungsi yakni pengawasan, pencegahan, penindakan pelanggaran, hingga penyelesaian sengketa. Termasuk berkolaborasi dengan semua aspek untuk proses pemilu kedepan. 
Namun menurut Mahi Hikmat yang merupakan narasumber dalam kegiatan tersebut, sebelum dijadikan sebagai mitra penting bagi Bawaslu melakukan mapping atas suatu pergerakan mahasiswa. Misalnya, mana-mana saja mahasiswa yang menjadi aktivis parpol, mahasiswa Gerakan apatis atau golput serta mahasiswa biasa yang meletakkan Pemilu hanya sebagai ajang akbar politik yang mesti diikuti sebagai warga negara yang baik. “Agar partisipasi yang diharapkan Bawaslu benar-benar proporsional dan memberikan pengaruh yang baik terhadap fungsi pemungutan suara” ujar Mahi.
Sementara itu narasumber lainnya, Antik Bintari yang notabene merupakan Peneliti Pusat Riset Gender dan Anak Universitas Padjajaran menuturkan sejumlah hambatan atau tantangan yang dihadapi masyarakat saat hendak berpartisipasi. Pada laki-laki, finansial merupakan hambatan untuk melakukan support politik di dalam ruang publik sedangkan perempuan sudah pasti kewajiban domestik. Tantangan lain diantaranya kendala struktur sosial, kendala institusional, kendala budaya. (She)