Bandung (27/4)--- Cermati daftar pemilih berkelanjutan di KPU kabupaten/ kota, Bawaslu Jabar temukan 2 potensi kesalahan prosedur. Temuan hasil pengawasan tersebut disampaikan Bawaslu Kabupaten/Kota saat Rakor bersama Bawaslu Provinsi Jawa Barat via daring.
Zaki Hilmi, Koordiv. Pengawasan Bawaslu jabar menyebutkan setidaknya ada 2 potensi salah prosedur yang dilakukan KPU Kabupaten/Kota, yakni pada prinsip keterbukaan, banyak KPU yang tidak mengundang Parpol dan Bawaslu Kabupaten/Kota, dan pada validitas konten, data pemilih berkelanjutan KPU menggunakan DPTHP-3 yang tidak relevan.
Dalam proses pleno KPU, Zaki menjelaskan bahwa Bawaslu Kabupaten/Kota yang tidak dilibatkan itu hanya pleno penetapan PAW KPU, selebihnya pleno masih bersifat terbuka. “Khusus DPB, pengawasannya ada pada pasal 104 Undang-Undang 7 Tahun 2017, yakni Bawaslu kab/ kota berkewajiban melakukan pengawasan pemutakhiran daftar pemilih berkelanjutan kab/ kota,” tegas pria yang pernah 2 kali menjadi komisioner KPU Karawang tersebut.
Kaitan dengan validitas konten, banyak KPU yang data DPB nya sama dengan DPTHP-3 sebelum Pemilu padahal data kasus tersebut tidak update karena akan banyak perubahan data, baik pindah domisili, meninggal, adanya pemilih yang tidak masuk ke dalam DPTHP.
“Tidak ada logika yang bisa diterima jika DPB sama persis dengan DPTHP-3, belum lagi yang WNI yang pindah status seperti menjadi TNI atau pensiunan TNI, bahkan adanya putusan pengadilan.”
Atas temuan hasil pengawasan tersebut, Bawaslu Jabar meminta Bawaslu kabupaten/ kota yang telah menyelesaikan pencermatan DPB untuk memberikan catatan dan rekomendasi, baik angka DPB yang sama dengan DPTHP-3 dan melakukan perbaikan rekap DPB, memuat instrumen apakah rekapitulasi KPU itu disertai historis yang dapat dipertanggungjawabkan, sehingga muncul angka-angka DPB.
Jika KPU tidak merespon rekomendasi Bawaslu, maka Bawaslu kab/ kota diminta bersurat kepada KPU Kab/Kota untuk meminta penjelasan rekomendasi Bawaslu yang tidak ditindaklanjuti. (IZ)