“Dari kampus ini, mari kita bangun demokrasi Indonesia !”, seru Anggota Bawaslu Provinsi Jawa Barat yang membawahi Divisi Hukum, Data dan Informasi, Yusuf Kurnia pada mahasiswa/i STIA YPPT Priatim dalam kegiatan Kuliah Regulasi Pemilu di Kota Tasikmalaya. (24/12). Yusuf mengatakan bahwa Indonesia khususnya Jawa Barat sebagai wilayah barometer masih memiliki sejumlah tantangan dalam pelaksanaan Pemilu 2024 mendatang. Ia lantas menyoroti literasi menyinggung isu suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) yang seringkali memadati arus lalu lintas digital, terlebih saat pesta demokrasi hendak digelar. Dimana fenomena ini perlu dihadapi secara bersama-sama dengan literasi elektoral.
“Kenapa kita penting memberikan literasi elektoral ? Karena selama ini sangat terbatas bahkan sering dilupakan”, jelasnya.
Mengingat mahasiswa/i saat ini sudah memiliki modal terhadap suatu literasi digital, sangat mudah bagi mereka untuk mengakses informasi. Maka, literasi elektoral penting untuk menjadi penyeimbang dan modal baru agar integrasi logika yang sudah ditempa di Kampus bagaimana berfikir secara waras tidak tercemar. “Mahasiswa/i merupakan simpul utama. Baik secara individual atau kolektif, harus sudah bisa memilih apa saja yang bisa kita kendalikan dari konten-konten yang sifatnya kampanye tetapi menyinggung isu SARA dan tidak netral;” Yusuf menegaskan.
Ia pun mengingatkan bahwa berpastisipasi dengan menggunakan hak pilih saja tidak cukup Mahasiswa/i harus memiliki tanggungjawab tinggi atas pilihannya. Bahwa sejauh mana efektifitasnya bagi perkembangan masyarakat, dan seperti apa harus melestarikan demokrasi. Sehingga, posisi dari pasif menjadi proaktif. Dari observer menjadi positioning atau penentu arah masa depan.
Melestarikan demokrasi itu sendiri memberikan banyak manfaat. Demokrasi menjadi ruang dimana warga negara dapat menggugat negara. Dalam hal pelaksanaan Pemilu ataupun Pemilihan, apabila merasa keberatan dengan proses Pemilu, dapat melaporkan baik kepada Bawaslu hingga PTUN. “Kita patut bersyukur, demokrasi di negeri kita masih hidup dan masyarakat biasa bisa menentukan arah masa depan. Itu kenapa kita mesti melestarikan demokrasi ini dengan baik” papar Yusuf.
Tidak jauh berbeda, Rektor STIA YPPT Priatim, Ani Heryani mengapresiasi langkah Bawaslu di lingkungan akademiknya. Hal ini memacu unsur akademik untuk turut andil terhadap suatu regulasi, kebijakan hingga proses kontestasi politik. Agar nantinya menjadi informan. Mata, telinga dan kaki tangan Bawaslu biar Bawaslu yang memproses secara lebih lanjut atau minimal memperhatikan, melindungi dan menggunakan hak pilih diri sendiri. “Banyak belajar, jangan sampai salah berperan. Jadilah generasi yang cerdas !”, himbau mantan pengawas tingkat kecamatan itu.
Sementara itu, Dosen UIN SGD Bandung, Dadan Firdaus menjelaskan langkah pengawasan yang harus dilakukan para mahasiswa/i. Yakni diawali dengan mengawasi penyelenggara pemilu baik KPU ataupun Bawaslu, pemerintahan yang sedang berlangsung, baru kemudian mengawasi para peserta. Pengawasan terhadap penyelenggara dimaksudkan agar tidak memiliki ikatan baik formal maupun non formal dengan pihak yang dapat menyeretnya dalam suatu permainan. “Pikiran mahasiswa relatif belum tercemar dan dituntut banyak kebutuhan, gunakan pikiran-pikiran semacam itu untuk terlibat. Karena itu merupakan cerminan dari kedaulatan rakyat” ujar Dadan menutup kegiatan. (She)